Equipment Criticality Analysis atau ECA (Analisis Kegentingan Peralatan) adalah proses sistematis yang digunakan untuk menilai dan memberikan prioritas terhadap kepentingan atau kegentingan peralatan dalam suatu organisasi. Analisis ini membantu mengidentifikasi dan memfokuskan pada aset yang paling krusial yang memiliki dampak signifikan terhadap kinerja keseluruhan, keselamatan, dan keandalan operasi. Tujuan utamanya adalah mengalokasikan sumber daya secara efektif dengan memberikan prioritas pada upaya pemeliharaan dan keandalan berdasarkan kegentingan peralatan. Berikut adalah gambaran singkat langkah-langkah utama yang terlibat dalam Equipment Criticality Analysis atau ECA:
1. Identifikasi Peralatan:
- Kumpulkan daftar komprehensif dari semua peralatan (Asset Register List) dan aset dalam organisasi.
2. Penentuan Kriteria Kegentingan:
- Tentukan kriteria yang akan digunakan untuk menilai kegentingan setiap peralatan. Kriteria ini dapat mencakup dampak terhadap keselamatan, dampak lingkungan, dampak produksi, kepatuhan peraturan, dampak keuangan, dan lain-lain.
Dan penentuan kriteria kegentingan ini dianalisis ke dalam "System Equipment Reliability Prioritization - SERP" (Sistem Prioritisasi kehandalan peralatan). Hal ini sangat penting untuk menjaga kinerja optimal dan mencegah kegagalan yang tidak terduga. Berikut adalah langkah-langkah dan pertimbangan untuk memprioritaskan kehandalan peralatan:
Penilaian Kritis:
- Identifikasi dan kategorikan tingkat kritis setiap peralatan berdasarkan dampaknya pada fungsionalitas dan kinerja sistem secara keseluruhan. Pertimbangkan konsekuensi kegagalan peralatan dalam hal keselamatan, dampak lingkungan, kerugian produksi, dan biaya pemeliharaan.
Analisis Mode dan Efek Kegagalan (FMEA):
- Lakukan FMEA secara menyeluruh untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial, penyebabnya, dan dampaknya pada kinerja sistem. Prioritaskan mode kegagalan berdasarkan tingkat keparahan, kemungkinan kejadian, dan kemampuan deteksinya.
Pemeliharaan Berpusat pada Keandalan (RCM):
- Terapkan prinsip-prinsip RCM untuk menentukan strategi pemeliharaan yang paling efektif untuk setiap peralatan. Kelompokkan peralatan ke dalam kategori pemeliharaan preventif, prediktif, atau reaktif berdasarkan tingkat kritis dan karakteristik kegagalan.
Pemantauan Kondisi:
- Terapkan teknik pemantauan kondisi seperti analisis getaran, termografi inframerah, analisis minyak, dan lainnya untuk mendeteksi tanda-tanda awal degradasi peralatan. Prioritaskan peralatan untuk pemantauan kondisi berdasarkan tingkat kritis dan mode kegagalan.
Analisis Data Historis:
- Analisis data historis kegagalan dan kinerja peralatan untuk mengidentifikasi pola dan masalah umum. Gunakan informasi ini untuk memprioritaskan peralatan yang memiliki kemungkinan kegagalan lebih tinggi atau menunjukkan riwayat masalah berulang.
Ketersediaan Sumber Daya:
- Pertimbangkan ketersediaan sumber daya, termasuk tenaga kerja, alat, dan suku cadang, saat memprioritaskan peralatan. Pastikan bahwa sumber daya pemeliharaan dialokasikan dengan efisien untuk menangani peralatan paling kritis dan rentan terhadap kegagalan.
Analisis Biaya Siklus Hidup:
- Evaluasi biaya siklus hidup setiap peralatan, termasuk biaya akuisisi, pemeliharaan, dan penggantian. Prioritaskan peralatan dengan biaya siklus hidup lebih tinggi untuk pemeliharaan proaktif dan perbaikan keandalan.
Inventaris Suku Cadang Kritis:
- Identifikasi suku cadang kritis yang diperlukan untuk setiap peralatan dan pastikan ketersediaannya. Prioritaskan suku cadang berdasarkan tingkat kritis peralatan dan waktu pemesanan.
Peningkatan Berkelanjutan:
- Bentuk lingkaran umpan balik untuk perbaikan berkelanjutan dengan secara rutin meninjau dan memperbarui kriteria prioritas. Masukkan pelajaran yang dipetik dari kegagalan peralatan dan aktivitas pemeliharaan ke dalam upaya prioritisasi di masa mendatang.
Dokumentasi dan Komunikasi:
- Dokumentasikan proses prioritisasi dan kriteria untuk transparansi dan referensi masa depan. Komunikasikan prioritas dan strategi pemeliharaan kepada stakeholder terkait, termasuk tim pemeliharaan, operasi, dan manajemen.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara sistematis, Anda dapat mengembangkan pendekatan komprehensif untuk memprioritaskan kehandalan peralatan sistem dan memastikan alokasi sumber daya yang efisien untuk memaksimalkan kinerja sistem dan meminimalkan waktu henti
3. Pengumpulan Data:
- Kumpulkan data relevan untuk setiap peralatan, seperti data kinerja historis, catatan pemeliharaan, implikasi keselamatan, dan pentingnya operasional.
4. Penilaian dan Pembobotan:
- Berikan skor untuk setiap kriteria berdasarkan pentingannya. Beberapa kriteria mungkin memiliki bobot lebih besar daripada yang lain, tergantung pada prioritas organisasi.
Dalam penilaian dan pembobotan equipment di lakukan pada proses "Asset Failure Probability Factor" (Faktor Probabilitas Kegagalan Aset) yang mengacu pada kemungkinan atau probabilitas bahwa suatu aset atau peralatan tertentu akan mengalami kegagalan dalam periode tertentu. Faktor ini merupakan komponen kunci dalam rekayasa keandalan dan penilaian risiko. Memahami probabilitas kegagalan aset memungkinkan organisasi untuk secara proaktif mengelola aktivitas pemeliharaan, mengalokasikan sumber daya secara efisien, dan meminimalkan dampak kegagalan yang tidak terduga. Berikut adalah beberapa pertimbangan terkait Faktor Probabilitas Kegagalan Aset:
Data Historis:
- Analisis data historis kegagalan aset untuk mengidentifikasi pola dan trend. Perhatikan frekuensi dan sifat kegagalan masa lalu untuk memperkirakan probabilitas kegagalan untuk aset serupa.
Analisis Mode Kegagalan:
- Lakukan Analisis Mode dan Efek Kegagalan (FMEA) untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial aset. Nilai kemungkinan masing-masing mode kegagalan terjadi dan memberikan kontribusi pada probabilitas kegagalan secara keseluruhan.
Pemantauan Kondisi:
- Terapkan teknik pemantauan kondisi untuk menilai kesehatan dan kinerja saat ini dari aset. Gunakan data waktu nyata tentang kondisi aset untuk memperbarui probabilitas kegagalan berdasarkan kondisi saat ini.
Data Keandalan:
- Manfaatkan data keandalan, termasuk mean time between failures (MTBF) dan mean time to repair (MTTR), untuk memperkirakan keandalan aset. Metrik keandalan memberikan wawasan tentang kinerja historis dan probabilitas kegagalan masa depan yang potensial.
Informasi dari Produsen:
- Rujuk pada data dan dokumentasi produsen untuk memahami keandalan yang diharapkan dan tingkat kegagalan aset. Pertimbangkan rekomendasi produsen untuk interval pemeliharaan dan layanan.
Faktor Lingkungan:
- Pertimbangkan kondisi lingkungan yang mungkin memengaruhi kinerja aset dan berkontribusi pada probabilitas kegagalan. Faktor seperti suhu, kelembaban, dan stres operasional dapat memengaruhi keandalan aset.
Konteks Operasional:
- Pertimbangkan konteks operasional aset, termasuk pola penggunaan, variasi beban, dan stres operasional. Aset yang beroperasi dalam kondisi ekstrem atau mengalami beban tinggi mungkin memiliki probabilitas kegagalan yang lebih tinggi.
Faktor Manusia:
- Evaluasi dampak faktor manusia pada keandalan aset. Pelatihan yang kurang memadai, penggunaan yang tidak benar, atau kesalahan manusia dapat berkontribusi pada peningkatan probabilitas kegagalan.
Upgrade dan Modifikasi:
- Pertimbangkan segala upgrade atau modifikasi yang dilakukan pada aset, karena perubahan ini dapat memengaruhi probabilitas kegagalan. Perubahan dalam desain atau fungsionalitas dapat memengaruhi keandalan aset.
Peningkatan Berkelanjutan:
- Terapkan proses perbaikan berkelanjutan untuk secara rutin meninjau dan memperbarui Faktor Probabilitas Kegagalan Aset.
- Masukkan pelajaran yang dipetik dari kegagalan masa lalu dan sesuaikan estimasi probabilitas berdasarkan informasi baru.
Faktor Probabilitas Kegagalan Aset adalah parameter dinamis yang seharusnya secara teratur ditinjau dan diperbarui seiring dengan ketersediaan data baru. Dengan memperkirakan dengan akurat kemungkinan kegagalan aset, organisasi dapat menerapkan strategi pemeliharaan yang terarah, mengurangi waktu henti, dan mengoptimalkan kinerja aset
5. Perhitungan Indeks Kegentingan:
- Hitung Indeks Kegentingan atau Peringkat Kegentingan untuk setiap peralatan dengan menggabungkan skor terbobot untuk setiap kriteria.
Dalam proses perhitungan indeks kegentingan dikenal dengan istilah "Maintenance Priority Index (MPI)" yang merupakan metode penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas pemeliharaan pada suatu peralatan atau sistem. Indeks ini menggabungkan beberapa faktor seperti kritisitas peralatan, tingkat kegagalan, dan dampak kegagalan. Berikut adalah beberapa komponen utama dalam pembentukan Maintenance Priority Index:
Kritisitas Peralatan:
- Evaluasi tingkat kritisitas setiap peralatan berdasarkan dampak kegagalan terhadap operasi sistem. Aspek-aspek kritis dapat mencakup keselamatan, produksi, dan dampak lingkungan.
Tingkat Kegagalan:
- Analisis sejarah kegagalan peralatan dan identifikasi tingkat kegagalan masing-masing komponen. Pertimbangkan frekuensi dan jenis kegagalan yang dapat terjadi.
Dampak Kegagalan:
- Tinjau dampak kegagalan peralatan pada produktivitas, biaya perbaikan, dan waktu henti. Identifikasi konsekuensi operasional dan ekonomi dari kegagalan setiap peralatan.
Biaya Pemeliharaan:
- Estimasi biaya pemeliharaan untuk masing-masing peralatan. Pertimbangkan biaya pemeliharaan preventif, prediktif, dan reaktif.
Probabilitas Kegagalan:
- Hitung atau estimasi probabilitas kegagalan masing-masing peralatan. Gunakan data historis, analisis mode kegagalan, dan informasi produsen.
Setelah mengumpulkan data untuk faktor-faktor tersebut, Maintenance Priority Index dapat dihitung dengan rumus atau formula yang sesuai. Metode yang umum digunakan adalah menggabungkan faktor-faktor tersebut dalam suatu persamaan atau skor, yang kemudian dapat digunakan untuk merangking peralatan berdasarkan tingkat prioritas.
Contoh rumus Maintenance Priority Index sederhana bisa berbentuk:
Dengan menggunakan Maintenance Priority Index, organisasi dapat mengidentifikasi peralatan atau sistem yang memerlukan perhatian pemeliharaan lebih tinggi dan merencanakan strategi pemeliharaan dengan lebih efisien. Pemeliharaan dapat diarahkan pada peralatan yang memiliki MPI lebih tinggi untuk mengurangi risiko kegagalan, meningkatkan keandalan, dan mengoptimalkan kinerja operasional.
6. Klasifikasi Tingkat Kegentingan:
- Kelompokkan peralatan ke dalam tingkat kegentingan, seperti tinggi, sedang, dan rendah. Klasifikasi ini membantu dalam memberikan prioritas sumber daya dan perhatian.
Dalam proses klasifikasi tingkat kegentingan dikenal dengan istilah "Rangking of Equipment" (Ranking peralatan) melibatkan penilaian dan penentuan prioritas berdasarkan kriteria kritisitas.
Criticality Ranking (Pemeringkatan Kritisitas):
- Identifikasi dan kategorikan peralatan berdasarkan tingkat kritisitasnya terhadap operasi sistem secara keseluruhan. Pertimbangkan dampak kegagalan setiap peralatan pada keselamatan, produksi, lingkungan, dan faktor-faktor relevan lainnya. Tetapkan skor atau tingkat kritisitas untuk setiap peralatan.
7. Dokumentasi dan Pelaporan:
- Dokumentasikan hasil analisis, termasuk Indeks Kegentingan dan klasifikasi peralatan. Siapkan laporan untuk pihak-pihak terkait, termasuk tim pemeliharaan, manajemen, dan pihak terkait lainnya.
8. Strategi Mitigasi Risiko:
- Kembangkan strategi dan rencana tindakan untuk peralatan dengan kegentingan tinggi. Ini mungkin melibatkan implementasi strategi pemeliharaan proaktif, tindakan pencegahan, atau rencana kontingensi untuk mengatasi risiko.
Dalam konteks klasik, risiko merupakan perkalian antara dampak (konsekuensi) suatu kejadian dengan kemungkinan (probailitas) terjadinya kejadian tersebut.
Sebagai contoh, jika Anda sedang merencanakan perjalanan dan ingin mempertimbangkan risiko hujan, maka dampaknya bisa mencakup kerugian dalam hal kenyamanan dan rencana yang terganggu. Probabilitasnya mungkin tergantung pada musim atau wilayah tempat Anda bepergian. Jadi, risiko hujan dapat dihitung dengan mengalikan tingkat dampak (kerugian yang mungkin terjadi) dengan probabilitas kejadian (kemungkinan terjadinya hujan). Dengan memahami risiko ini, Anda dapat membuat keputusan yang lebih baik terkait perencanaan perjalanan Anda, seperti membawa payung atau memilih tanggal perjalanan yang lebih cenderung cerah.
9. Integrasi dengan Sistem Manajemen Aset:
- Integrasikan hasil analisis ke dalam sistem manajemen aset atau Sistem Manajemen Pemeliharaan Terkomputerisasi (CMMS) untuk pemantauan dan manajemen berkelanjutan.
10. Pemeriksaan dan Pembaruan Berkala:
- Penilaian kegentingan harus diperiksa dan diperbarui secara berkala untuk mencerminkan perubahan dalam organisasi, teknologi, atau kinerja peralatan.
Manfaat Equipment Criticality Analysis atau ECA:
- Alokasi Sumber Daya: Membantu dalam memberikan prioritas sumber daya dan upaya di tempat yang paling diperlukan.
- Manajemen Risiko: Mengidentifikasi dan mengurangi risiko yang terkait dengan kegagalan peralatan berdampak tinggi.
- Peningkatan Keandalan: Memungkinkan organisasi untuk fokus pada peningkatan keandalan aset krusial.
- Optimasi Biaya: Mengoptimalkan biaya pemeliharaan dan operasional dengan memfokuskan pada peralatan krusial.
Analisis Kegentingan Peralatan adalah alat yang berharga bagi organisasi yang ingin meningkatkan strategi manajemen aset dan pemeliharaan dengan menyelaraskannya dengan komponen-komponen operasional yang paling penting.
Criticality process matrix menurut ISO 14224 :
ISO 14224 dalam pengembangan Prosedur Equipment Criticality Asset (ECA):
ISO 14224 adalah standar internasional yang memberikan pedoman untuk pengumpulan dan pertukaran data yang berkaitan dengan keandalan dan pemeliharaan peralatan industri. Salah satu konsep yang dijelaskan dalam ISO 14224 adalah "Criticality" atau kritisitas peralatan. Meskipun standar ini tidak secara khusus menyebut "Equipment Criticality Asset," kita dapat merinci konsep kritisitas peralatan yang terkait dengan aset.
Equipment Criticality:
Pengertian Umum: Kritisitas peralatan merujuk pada sejauh mana suatu peralatan atau aset dianggap kritis atau penting dalam konteks operasional suatu sistem atau fasilitas.
Penilaian Kritisitas: ISO 14224 dapat memberikan pedoman atau struktur untuk menilai kritisitas peralatan. Penilaian ini seringkali mencakup faktor-faktor seperti dampak kegagalan peralatan terhadap keseluruhan proses, keamanan, lingkungan, dan keuangan.
Prioritisasi dan Pengelolaan Risiko: Melalui konsep kritisitas, pengguna dapat memprioritaskan peralatan berdasarkan tingkat kritisitasnya. Ini membantu dalam alokasi sumber daya, perencanaan pemeliharaan, dan pengelolaan risiko secara efektif.
Asset Criticality:
Hubungan dengan Aset: Konsep kritisitas peralatan juga dapat dihubungkan dengan kritisitas aset secara keseluruhan. Aset di sini mencakup seluruh sistem atau fasilitas yang melibatkan peralatan.
Integrasi dengan Manajemen Aset: ISO 14224 dapat digunakan sebagai panduan untuk mengintegrasikan penilaian kritisitas peralatan ke dalam sistem manajemen aset. Ini membantu organisasi dalam mengelola portofolio aset mereka dengan lebih efisien.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun ISO 14224 memberikan kerangka kerja yang luas untuk manajemen keandalan dan pemeliharaan, implementasinya dapat bervariasi sesuai dengan jenis industri dan kebutuhan organisasi. Oleh karena itu, penerapan konsep seperti "Equipment Criticality Asset" harus disesuaikan dengan konteks spesifik tempat itu diterapkan
ISO 14224 dalam Memrioritaskan Peralatan Pengguna:
ISO 14224 memberikan panduan untuk pengumpulan dan pertukaran data yang berkaitan dengan keandalan dan pemeliharaan peralatan industri, tetapi standar ini tidak secara khusus membahas konsep "prioritize user equipments." Namun, saya dapat memberikan panduan umum tentang bagaimana suatu organisasi dapat memprioritaskan peralatan pengguna berdasarkan prinsip-prinsip yang ditemukan dalam standar tersebut.
Identifikasi Peralatan Pengguna:
- Identifikasi peralatan pengguna yang terlibat dalam proses atau operasi organisasi. Peralatan ini mungkin termasuk mesin, instrumen, atau sistem yang digunakan secara langsung oleh personel.
Penilaian Kritisitas:
- Gunakan prinsip-prinsip kritisitas peralatan yang mungkin terkandung dalam standar atau pedoman lainnya. Nilai kritisitas dapat melibatkan pertimbangan terhadap dampak kegagalan peralatan terhadap operasional, keamanan, dan keuangan organisasi.
Pengelolaan Risiko:
- Prioritaskan peralatan berdasarkan tingkat risiko yang terkait dengan kegagalan atau pemeliharaan yang tidak tepat waktu. Ini mungkin melibatkan identifikasi dan evaluasi risiko terkait dengan setiap peralatan pengguna.
Ketersediaan dan Kinerja:
- Pertimbangkan tingkat ketersediaan dan kinerja peralatan pengguna. Peralatan yang memiliki dampak besar pada produksi atau operasional sehari-hari mungkin mendapatkan prioritas lebih tinggi.
Dukungan Manajemen Aset:
- Integrasikan prinsip-prinsip manajemen aset dengan penilaian kritisitas. Ini dapat mencakup pemantauan siklus hidup aset, alokasi sumber daya, dan perencanaan pemeliharaan preventif.
Partisipasi Pengguna:
- Melibatkan pengguna langsung dari peralatan dalam proses penilaian kritisitas. Mereka mungkin memiliki wawasan yang berharga tentang pentingnya peralatan dan konsekuensi kegagalan yang dapat membantu dalam penetapan prioritas.
Selama proses ini, penting untuk mempertimbangkan konteks industri, ukuran organisasi, dan kebutuhan operasional spesifik. Meskipun ISO 14224 memberikan pedoman umum, penerapannya dapat disesuaikan dengan kondisi dan persyaratan khusus dari organisasi tertentu
Klasifikasi Konsekuensi:
- Klasifikasi konsekuensi yang diidentifikasi berdasarkan tingkat keparahan dan dampaknya. ISO 14224 tidak memberikan kelas spesifik, namun organisasi dapat menetapkan skema klasifikasi mereka sendiri. Kelas umum mungkin mencakup "Kritis," "Mayor," "Moderat," dan "Minor" berdasarkan tingkat keparahan konsekuensi.
Dalam SERP (System Equipment Reliability Prioritization) selalu memperhatikan SCR karena bagian dari failure defense plan. System Criticality Ranking - SCR adalah suatu konsep yang membantu organisasi untuk menilai dan memberikan prioritas terhadap tingkat kepentingan suatu sistem dalam konteks operasional dan manajemen risiko. Mari kita terjemahkan konsep ini ke dalam bahasa yang lebih sederhana dengan mengaitkannya dengan beberapa faktor terkait:
Biaya Operasional (Operational Cost - OC):
- Sistem kritis dapat berhubungan dengan biaya operasional karena gangguan atau kegagalan dapat menyebabkan downtime yang mahal. Prioritaskan sistem yang jika gagal, dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan.
Proses Produk Akhir (Process Throughput - PT):
- Sistem yang penting untuk throughput proses mungkin dianggap kritis karena dapat mempengaruhi produktivitas dan efisiensi operasional. Identifikasi sistem yang jika terganggu, akan memperlambat atau menghentikan alur kerja operasional.
Kualitas Produk (Product Quality - PQ):
- Sistem yang berkontribusi terhadap kualitas produk mungkin dinilai sebagai kritis karena kegagalan dapat mengakibatkan produk yang tidak memenuhi standar atau spesifikasi. Prioritaskan sistem yang berpengaruh langsung pada kualitas akhir produk.
Keamanan (Safety - S):
- Sistem yang berhubungan dengan keselamatan dapat dianggap sangat kritis karena kegagalan dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan pekerja atau masyarakat umum. Beri prioritas pada sistem yang menangani aspek keselamatan.
Kepatuhan Regulasi (Regulatory Compliance - RC):
- Sistem yang harus mematuhi regulasi dan standar mungkin memiliki peringkat kritis yang lebih tinggi untuk meminimalkan risiko pelanggaran. Identifikasi sistem yang terlibat dalam pemenuhan persyaratan hukum dan peraturan.
Pengaruh pada Efisiensi (Effect on Efficiency - EOF):
- Sistem yang memiliki dampak besar terhadap efisiensi operasional mungkin diberikan peringkat kritis karena kontribusinya terhadap produktivitas. Fokus pada sistem yang, jika dioptimalkan, dapat meningkatkan efisiensi secara keseluruhan.
Waktu Pemulihan (Recovery Time - RT):
- Sistem dengan waktu pemulihan yang cepat mungkin mendapat peringkat lebih rendah karena dapat meminimalkan downtime dan kerugian operasional.
- Beri perhatian khusus pada sistem yang dapat pulih dengan cepat setelah mengalami gangguan.
Dengan menggabungkan elemen-elemen ini, organisasi dapat mengidentifikasi sistem yang paling penting untuk operasional mereka dan mengalokasikan sumber daya dengan bijaksana untuk menjaga dan memperbaiki sistem yang memiliki dampak terbesar pada tujuan bisnis dan efisiensi keseluruhan.
Dalam proses perencanaan penyusunan Asset Criticality Ranking (ACR) maka perlu diperhatikan hubungan antara Sistem Criticality Ranking (SCR), Operation Criticality Ranking (OCR), dan Asset Criticality Ranking (ACR) yang merupakan konsep yang sering digunakan dalam manajemen risiko, terutama dalam konteks industri atau organisasi yang memiliki sistem atau aset yang kritis. Berikut adalah penjelasan singkat tentang hubungan antara ketiga konsep tersebut:
Asset Criticality Ranking (ACR):
- ACR fokus pada penilaian tingkat kekritisan setiap aset dalam suatu sistem atau organisasi. Aset dapat berupa peralatan, fasilitas, atau komponen lain yang memiliki peran penting dalam operasional suatu sistem. Penilaian biasanya melibatkan analisis dampak kegagalan aset terhadap operasional dan tujuan organisasi.
Operation Criticality Ranking (OCR):
- OCR berkaitan dengan penilaian tingkat kekritisan operasional atau proses yang melibatkan berbagai aset. Fokusnya lebih pada sejauh mana operasional atau proses tersebut penting bagi keseluruhan sistem atau organisasi. Dampak kegagalan operasional pada tujuan dan kinerja organisasi dievaluasi dalam konteks OCR.
System Criticality Ranking (SCR):
- SCR melibatkan penilaian tingkat kekritisan keseluruhan sistem atau rangkaian proses dan aset yang saling terkait. Ini mencakup evaluasi integrasi dan interaksi antara aset dan operasi dalam kerangka sistem keseluruhan. Tujuannya adalah untuk memahami sejauh mana kegagalan di berbagai tingkatan (aset, operasi, atau sistem) dapat berdampak pada tujuan dan kinerja organisasi.
Hubungan Antar Konsep:
- ACR membentuk dasar dari OCR dan SCR. Evaluasi kekritisan aset membantu dalam memahami seberapa pentingnya aset dalam mendukung operasional dan sistem keseluruhan.
- OCR memperluas pemikiran dari tingkat aset ke tingkat operasional, sementara SCR melibatkan pandangan yang lebih holistik terhadap keseluruhan sistem.
- Keputusan dan strategi manajemen risiko dapat dibuat dengan mempertimbangkan ketiga aspek ini. Informasi dari ACR dan OCR dapat digunakan untuk membentuk analisis risiko pada tingkat sistem dan mengidentifikasi tindakan mitigasi yang diperlukan.
Dengan memahami dan memanfaatkan ketiga ranking ini, organisasi dapat mengelola risiko dengan lebih efektif dan memprioritaskan sumber daya mereka untuk melindungi aset, operasional, dan keseluruhan sistem dari dampak kegagalan potensial.
Selain itu juga dalam proses perencanaan penyusunan Asset Criticality Ranking (ACR) maka perlu diperhatikan hubungan antaraAsset Failure Probability Factor (AFPF), Maintenance Priority Index (MPI), dan Asset Criticality Ranking (ACR) adalah konsep yang terkait erat dalam konteks manajemen pemeliharaan dan keandalan aset. Berikut adalah penjelasan tentang hubungan antara ketiga konsep tersebut:
Asset Criticality Ranking (ACR):
- ACR, seperti yang dijelaskan sebelumnya, adalah penilaian tingkat kekritisan aset dalam suatu sistem atau organisasi. Ini mencakup evaluasi dampak kegagalan aset terhadap operasional dan tujuan organisasi.
Asset Failure Probability Factor (AFPF):
- AFPF mencakup penilaian terhadap probabilitas kegagalan suatu aset. Ini melibatkan analisis seberapa sering atau mungkin suatu aset mengalami kegagalan dalam kondisi operasional. Faktor ini mempertimbangkan kondisi teknis aset dan sejarah keandalan untuk memperkirakan probabilitas kegagalan.
Maintenance Priority Index (MPI):
- MPI adalah indeks prioritas pemeliharaan yang menggabungkan informasi dari ACR dan AFPF. Biasanya dihitung dengan mengalikan nilai Asset Criticality (dari ACR) dengan Asset Failure Probability (dari AFPF).
- Rumus umum MPI = ACR × AFPF.
Hubungan Antar Konsep:
AFPF dan ACR: AFPF memberikan informasi tentang probabilitas kegagalan aset, sedangkan ACR memberikan informasi tentang dampak kegagalan terhadap tujuan dan operasional organisasi. Kedua informasi ini digunakan bersama-sama untuk mengidentifikasi risiko dan kekritisan aset.
MPI dan ACR: MPI memperkuat prioritas pemeliharaan dengan menggabungkan tingkat kekritisan aset (ACR) dengan probabilitas kegagalan (AFPF). Aset dengan MPI yang lebih tinggi akan mendapatkan prioritas lebih tinggi dalam jadwal pemeliharaan karena dianggap lebih kritis dan lebih mungkin mengalami kegagalan.
MPI dalam Pengambilan Keputusan Pemeliharaan: MPI membantu dalam pengambilan keputusan terkait manajemen pemeliharaan. Aset dengan MPI tinggi mungkin memerlukan pemeliharaan preventif yang lebih sering atau lebih intensif untuk mengurangi risiko kegagalan dan dampaknya terhadap operasional.
Dengan memadukan informasi dari ketiga konsep ini, organisasi dapat mengembangkan strategi pemeliharaan yang lebih efektif, fokus pada aset yang memiliki dampak dan probabilitas kegagalan tertinggi, serta memprioritaskan sumber daya pemeliharaan dengan bijak.
Kunci sukses terhadap Equipment Criticality sebagai berikut:
Sepakati Matriks Risiko yang Akan Digunakan:
- Organisasi perlu setuju pada kerangka kerja matriks risiko yang akan digunakan. Matriks risiko ini memberikan dasar untuk mengevaluasi tingkat risiko yang terkait dengan kegagalan peralatan atau aset.
Susun Hirarki Peralatan/Asset:
- Susun hirarki peralatan atau aset yang dimiliki oleh organisasi. Langkah ini membantu dalam pemahaman struktur organisasi dan membantu dalam mengidentifikasi peralatan atau aset mana yang paling kritis.
Evaluasi Risiko Kegagalan untuk Setiap Item Peralatan/Asset:
- Lakukan evaluasi risiko kegagalan untuk setiap item peralatan atau aset dalam hirarki. Ini mencakup analisis potensi dampak kegagalan dan probabilitas terjadinya kegagalan.
Pembuatan Profil Risiko Peralatan (Equipment Risk Profile):
- Pembuatan profil risiko peralatan yang dikenal sebagai "Equipment Criticality" mengacu pada proses penilaian risiko yang dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat kekritisan suatu peralatan atau aset dalam konteks operasional dan bisnis suatu organisasi. Dalam konteks ini, "Equipment Criticality" digunakan sebagai istilah yang merangkum seluruh upaya untuk memahami dan menilai seberapa pentingnya suatu peralatan terhadap keseluruhan kinerja organisasi
Menggunakan Formula Risiko untuk Menilai Dampak Finansial:
- Dalam Equipment Criticality, digunakan formula risiko untuk menentukan sejauh mana dampak finansial pada bisnis jika terjadi kegagalan peralatan. Formula risiko ini mencakup variabel seperti probabilitas kegagalan, dampak finansial, dan faktor-faktor lain yang relevan.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, organisasi dapat mengidentifikasi peralatan atau aset yang paling kritis dan memiliki potensi dampak finansial yang signifikan jika terjadi kegagalan. Hal ini memungkinkan organisasi untuk fokus pada pemeliharaan dan manajemen risiko yang lebih efektif terhadap peralatan atau aset yang memiliki peran kunci dalam keberhasilan operasional mereka