Selasa, 08 Agustus 2023

Trik Sulap Analisis Vibrasi Tanpa Kode Bearing [Menjawab Pertanyaan Pemirsa] Part - 1

 Setelah postingan saya yang ini :

[Vibration Knowledge] Sangat Bahaya Jika Salah Metode dalam Pemasangan Bearing


Ada yang Nge-DM lagi, dan yang nge-DM bernama Mr. Mendang - Mending (MR. MM).

Mr. MM : "Lu mah mending, data equipment dikasih lengkap sampai ke kode bearing-nya. Lha Gua, analisis pakek data kosongan. Gimana bisa nemuin FTF, BSF, BPFI, dan BPFO kalo kayak gini?"

Gua : "Gua jawab pakek pantun nih"

Mr. MM : "Cakep"

Gua : "Belum start, Brader"

Mr. MM : "Woe, ini konten engineering serius. Bukan komedi"

Gua : "Haha, Si Diding, tata, ama ilham Jualan Tempe Gembos"

Mr. MM : "Cakep"

Gua : "Nggak Usah Mendang - Mending, kita kasih paham Bos"

>>> Musik <<<

Kalimat obrolan di atas kelihatan seperti becanda, tapi itu lah tantangan yang dihadapi hampir setiap vibration analyst di muka bumi. Kenapa hal ini bisa terjadi, apa penyebabnya, dan dimanakah peran seorang Vibration analyst ketika situasi itu terjadi ?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu diawali dulu dari konsep dasar peranan "ekosistem reliability" terhadap keberlangsungan sebuah pabrik. Keberlangsungan sebuah pabrik kalo secara bahasa Reliability disebut dengan "Asset Life Cycle". Dari keseluruhan fase Asset Life Cycle, mulai dari desain pabrik sampai dengan penutupan pabrik. Konsep Reliability bisa diterapkan dimana saja? Apakah cuma bisa diterapkan saat O&M (Operation & Maintenance) saja, seperti Condition Monitoring Pengukuran Vibration, Oil Analysis, Ultradound, IR, Partial Discharge, Corona, MCA / MCSA, Reciprocating Analysis? 

Dan jawabannya, jangkauan "Reliability" lebih luas dari semua itu. Jika Ekosistem Reliability di dalam serangkaian Asset Life Cycle sebuah pabrik mulai dari awal berdiri sampai dengan tutup diterapkan, maka dilakukanlah RAM Study (Reliability, Availability, Maintainability). Urutan Asset Life Cycle dari sebuah pabrik mulai dari sebelum dibangun sampai dengan saat ditutup sebagai berikut :

1. Design
2. Installation & Commissioning
3. Operation
4. Maintenance
5. Disposal

Dari 1-5 urutan Asset Life Cycle pabrik di atas, mulai dari sebelum dibangun (design) sampai dengan saat ditutup (disposal) setelah dilakukan RAM Study (Reliability, Availability, Maintainability) maka keluarlah sebuah rekomendasi yang bernama "Optimized Plant Design". Sehingga dengan berbagai macam pola ke-efektif-an selama beroperasi, plant mampu memberikan hasil yang sangat optimal dalam waktu yang lama.

Setelah muncul Optimized Plant Design dilakukanlah "Equipment Configuration". Di dalan urutan Asset Life Cycle sebuah pabrik Equipment Configuration dilakukan saat :

1. Design
2. Installation & Commissioning
3. Operation

Dari 1-3 urutan Asset Life Cycle pabrik di atas, mulai dari design sampai dengan operation setelah dilakukan Equipment Configuration maka keluarlah sebuah rekomendasi yang bernama "Equipment Hierarchy". Sehingga diharapkan seluruh asset yang dimiliki oleh pabrik bisa terdata secara rinci, detail, dan teratur

Nah ibarat kata Big Bos dari pabrik ini punya ratusan bahkan ribuan pabrik dan belum termasuk anak perusahaan serta cucu perusahaan dengan berbagai macam jenis industri dan tersebar di banyak lokasi. Maka Equipment Hierarchy ini sangatlah penting, kita ambil contoh terjadi pembengkakan biaya operational pada laporan keuangan di pabrik minuman kemasan dengan brand yang ada gambar Dinosaurus nya dan minuman ini diproduksi di Lubuk Linggau, Sleman, Sampang, Tarakan, Ubud, Flores, Larantuka, Deli, dan Biak.

Kalo terjadi kayak gitu, rangkaian drama Big Bos marah bisa sangat panjang. Mulai marah ke Dirut Super Group, Vice Presiden Dirut Super Group ganti marah ke Presiden Dirut Operational, Presiden Dirut Operational ganti marah ke Dirut Sub Group, Dirut Sub Group FMCG ganti marah ke Direktur Sub-Sub Group FMCG Khusus Minuman, Direktur Sub-Sub Group FMCG Khusus Minuman Marah ke direktur Sub-Sub-Sub Group FMCG Khusus Minuman dengan brand dinosarus, Lalu dikumpulan untuk meeting zoom dan marah-marah yang dihadiri oleh direktur operational Zona Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua. Yang juga ikut dalam rapat tersebut Manager Operational di setiap pabrik. 

Dari runtutan meeting yang sangat panjang itu, disimpulkan terjadi malfunction di pabrik air minum kemasan dengan brand dinosaurus Lubuk Linggau pada sebuah Critical Equipment dan tidak di-design secara Redundant. Setelah dilakukan berbagai metode maintenance dan modifikasi ternyata equipment tidak bisa bekerja optimal bahkan masih sering breakdown. Akhirnya Direktur Sub-Sub Group FMCG Khusus Minuman menawarkan solusi untuk mengadakan pembelian equipment baru yang didatangkan langsung dari negara pembuatnya, Pantai Gading Afrika Barat.

Ide itu pun disanggah oleh salah satu direktur operational. Karena pabrik mesin yang ada di Pantai Gading sudah tutup sejak 10 tahun yang lalu. Setelah menyanggah, bapak direktur operational itu pun menawarkan solusi untuk dilakukan re-design dan didatangkan mesin baru dari China. Selama fase tunggu dan pengerjaan project mesin baru selesai, direncanakan akan dikirimkan mesin dari pabrik Biak ke pabrik Lubuk Linggau. Karena load produksi dan Jumlah PO yang masuk di pabrik Lubuk Linggau jauh lebih besar dari pada Biak. Dan selama proses peralihan itu, produksi dari Deli dan Larantuka akan digenjot untuk bisa mengcover kebutuhan PO di daerah papua.

Selama proses pengiriman mesin dari Papua ke Sumatera, antara manager operational, supervisor maintenance, dan teknisi senior  terus berkomunikasi. Mulai dari Merk mesin, Type, Metode Kerja, Input Power, dan lain-lain. Meski pun beberapa teknisi senior yang ikut dalam rapat terpisah tersebut sedikit ragu, karena mesin usia 35 tahun pasti teknologinya sudah jauh berbeda dengan mesin usianya baru 11 tahun. Nah, berarti setelah 1 tahun pabrik minuman ini membeli mesin baru dari pantai Gading, pabriknya langsung tutup. Haha.

Tapi ide itu pun tetap dijalankan. Akhirnya mesin dikirimkan dari Papua dan tiba di Sumatera. Lalu dilakukan instalation, testing, and commissioning. Dan ternyata keraguan dari pada teknisi senior pun teruji kebenarannya. Equipment dari Papua benar bisa solo running tapi ketika dikoneksikan terhadap system malah satu unit Tripped.   

Dari drama monolog di atas bisa disimpulkan apa?

Kita harus membuka kembali pabrik yang ada di pantai gading, hahaha. Bukan - bukan, jadi hal sepanjang dan serumit itu sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara "Equipment Hierarchy". Jadi dari hasil Equipment Hierarchy bisnis yang dimiliki oleh Big Bos bisa dikategorikan mulai dari :

a. Jenis industri
b. kategori bisnis
c. instalasi
d. lokasi
e. plant atau unit
f. sistem
g. equipment
h. sub unit
i. komponen
j. part

Setelah dilakukan mengelompokan kategori-kategori diatas dibuatlah standar asset coding atau standar penomoran baku yang langsung bisa membaca informasi di atas. Jadi ketika terjadi pembengkakan biaya Big Bos nggak usah repot-repot marahin semua pimpinan di group se-indonesia, masih untung itu pabrik cuma di indonesia. Kalo pabriknya ada di luar negeri, kan marahnya harus pakai bahasa inggris. Hahahaha.


Dari asset coding ini juga sangat mudah untuk menemukan equipment atau pun 
spare  part di seluruh group pabrik, meski pun yang non minuman atau pun non FMCG. Selama kode registernya sama, bisa dipastikan bahwa itu equipment yang sama. 

Bisa dibayangkan betapa reliable, efektif, dan sangat efisien sekali ribuan pabrik dalam satu negara bisa saling berkoordinasi untuk pemenuhan spare part atau pun equipment di dalam group. Dan hal itu juga yang akan mengurangi faktor kekeliruan ketika dilakukan kegiatan pinjam - meminjam equipment antar pabrik. 

Waduh yang niat awalnya mau nge-bahas tentang analisis vibrasi kerusakan bearing tanpa menggunakan Kode bearing seperti SKF atau yang lain. Kok jadi panjang ya kayak koran, padahal nulis skema Asset Life Cycle dari sebuah pabrik aja belum selesai.

Ok lanjut part 2 aja..............

1. Bagi yang pengen segera tahu, cara analisis vibrasi kerusakan bearing tanpa menggunakan Kode bearing seperti SKF atau yang lain silahkan komentar.

2. Bagi yang pengen segera tahu, kelanjutan Asset Life Cycle silahkan komentar.

3. Atau Bagi bapak-bapak atau pun ibu-ibu yang mulai tertarik dengan Bidang Manajemen Asset atau Pun Asset pabrik-nya ingin dikelola sampai bisa memotong banyak biaya maintenance serta operasional, bisa hubungi sales marketing kita ya :


Fax : 021 5746362
Email: info@tiaravib.com




Lanjut part 2...........................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar